Kenangan adalah usia kedua dari seorang manusia...

Selasa, 03 Mei 2011

Warna Dunia

                Pagi ini kuliah selesai lebih cepat, atau lebih tepatnya tidak jadi kuliah. Setelah menunggu 1 jam akhirnya ketua kelas menyuruh kami untuk pulang. Sesampai di kost aku berniat menonton TV. Pencet ini pencet itu hingga akhirnya terhenti pada salah satu channel yang menayangkan curhatan seorang ibiu yang anaknya buta karena malpraktik suatu rumah sakit (kurasa kalian tau apa kasusnya, lumayan terkenal lho).
                Menonton acara ini membuatku berkaca-kaca (seperti biasa). Sebuah ungkapan perasaan dari seorang ibu yang hanya sekadar menuntut permintaan maaf dari rumah sakit itu.
                Miris melihat apa yang ditayangkan disana. Seorang anak yang akan berulang tahun yang ketiga, seorang anak yang tampan, tapi harus kehilangan indahnya warna dunia. Dikatakan disana bahkan bermain di malam hari dan tidur di siang hari karena tidak bisa membedakan mana siang dan mana malam.
                Semakin membuat mataku berkaca-kaca saat anak itu menjalani terapi di sebuah sekolah khusus. Ia menangis saat mendengar gurunya memainkan gitar, entah karena apa, yang pasti membuat anak itu menangis sambil berusaha meraba-raba membuat hatiku miris.
                Yang paling kuingat adalah pernyataan ibunya di akhir acara. Huhu, sayang ada adik kos di deketku. Kalau aku lagi sendiri pasti udah mewek bombay tu.
                “Dia memang buta, tapi saya ingin ia kelak bisa tumbuh menjadi seorang pria yang mandiri. Itulah apa yang kelak akan menjadi kebanggaan dan harga dirinya. Saya ingin memperjuangkan hidup anak saya. Sehingga jika kelak dewasa anak saya bertanya “Ma, kenapa aku buta sementara adik kembarku baik-baik saja?” maka saya akan bisa menjawab. Dan dengan perjuangan ini saya akan menunjukkan padanya bahwa walaupun dia buta tapi kami kami orang tuanya sangat-sangat menyayanginya, dan ini bukanlah untuk mengeksploitasi anak saya demi kompensasi.”
                Entah kenapa kalimat-kalimat itu begitu menghujam dalam. Mengingatkanku akan Ibu dan adikku, yang akhirnya mengingatkanku untuk senantiasa bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan Allah sehingga kami hingga detik ini masih dapat menikmati indahnya ukiran warna dunia.