Kepalanya dipukul berulang kali dengan sebilah bambu.
Jatuh, berdarah, sakit.
Tapi, ia mencoba terus bangit, lagi dan lagi.
Namun, pukulan terakhir ini seperti membuatnya terkapar.
Enggan untuk bangkit, takut dipukul lagi.
Ia ingin pura-pura mati.
Mungkinkah usahanya tak terlihat?
Apakah usaha setengah matinya untuk mengajak bicara tak terasa?
Apakah usahanya untuk membuat semua seperti baik-baik saja walaupun hanya ditanggapi dengan terus berwajah datar dan jawaban pendek pun ketus juga tak terasa?
Ia sekuat tenaga menahan hasrat untuk berlari pulang demi harapan bahwa senyum itu akan kembali sebentar lagi.
Apakah kalimat hukuman "Aku tidak akan minta tolong padamu lagi" itu tak cukup?
Baginya itu cukup mengundang jerit ketakutan.
Tapi, ia menahan tangisnya. Demi membuat semuanya setidaknya tidak jadi lebih buruk.
Apa yang ia dapat hari itu hanyalah rasa takut, kesepian, diabaikan.
Ia tetap berusaha mengulur waktu bersama, walaupun sungguh sebenarnya ia ingin segera lari, sembunyi, menangis.
Hingga akhirnya kepalanya yang sudah pening itu kembali dipukul dengan kalimat-kalimat prasangka. Ia dibilang meremehkan. Ia dikata mementingkan uang.
Semua ini hanya karena pertanyaan kecil yang mungkin terucap dengan kalimat yang salah. Mungkin otak bodohnya memang membuahkan kata-kata yang menyakitkan. Sungguh ia merasa bersalah.
Sungguh ia takut. Apakah nanti kepalanya akan terus terasa dipukul?
Ia terkapar
Ia sakit
Ia takut
Ia hanya ingin pura-pura mati
Ada cerita apa dibalik postingan ini? T.T
BalasHapus#mengingat2 apakah aku pernah salah ngomong
Heee... tenang, kamu mah kapan sih pernah bikin salah sama aku? Kamu kan selalu baik #peluk #salamVIP
Hapus