Kenangan adalah usia kedua dari seorang manusia...

Kamis, 31 Oktober 2019

Aku ingin bertemu
Namun waktu belum merestu
Akhirnya aku melewatkanmu

Sepertinya ku harus menunggu lagi
Hingga kesempatan datang lain kali

Dalam penantianku
Sanggupkah aku merindu?
Ataukah ku akan menyerah kalah?
Hingga akhirnya tak ada kaupun tak masalah?

...
...

Wahai bintang
Tetaplah bersinar terang
Sehingga kau bisa tetap jelas kupandang

Berharap cinta ini kan lama bertahan
Hingga suatu saat ada kesempatan
Kita bisa berhadapan
Dan aku bisa dengan bahagia mengatakan
"Akhirnya... Kita bisa bertemu"


-puisi untuk si pecinta puisi-
Ditulis dalam keadaan patah hati yang mendalam

Rabu, 31 Juli 2019

Selamat Jalan, Semoga Berbahagia Dimanapun Berada

"Bahagia jika melihat orang lain bahagia"

Apakah seperti itu?
Bukankah sepertinya lebih banyak irinya daripada bahagia?
'Iri jika melihat orang lain bahagia', begitukah?

Bahkan ketika sudah pernah punya/mengalami sesuatu itu.
Ibaratnya sudah pernah punya benda x terlebih dulu, kemudian ada seseorang yang baru punya benda x, berapa persen perasaan ikut berbahagia untuk mereka?
Apakah malah lebih banyak semacam 'kok mereka bisa punya juga sih?'


Atau apakah turut bahagia itu hanya berlaku jika yang bahagia adalah orang-orang terdekat?
Bahagia jika ayah naik pangkat.
Bahagia jika adik ranking satu.
Bahagia saat suami naik gaji.
Bahagia jika anak pandai melakukan sesuatu.
Semacam itu misal.

Sementara ketika ayah orang lain naik pangkat, ketika adik orang lain ranking satu, ketika suami orang lain naik gaji, ketika anak orang lain pandai melakukan sesuatu, apakah turut berbahagia?
Bahkan ketika yang meraih sesuatu adalah orang-orang terdekat ring 2 (istilah macam apa ya ini?)
Mertua misal? Atau saudara ipar? Atau sepupu, om, tante? Atau sahabat dekat hampir soulmate?
Apakah bisa turut berbahagia?

Kenapa semuanya berupa pertanyaan?
Karena aku pun seringkali menanyakan, orang seperti apa aku ini? Apakah aku termasuk golongan orang-orang yang bisa 'bahagia jika melihat orang lain bahagia', atau lebih sering 'iri jika melihat orang lain bahagia'?

``````````````

Malah melantur kemana-mana.
Padahal hanya ingin bercerita bahwa terlepas dari aku lebih sering masuk golongan orang yang mana, hari ini aku bahagia melihat temanku berbahagia.

Hari ini kami melepas salah satu rekan kerja untuk pindah tugas. Hari ini hari terakhirnya, besok dia sudah bertugas di tempat baru.
Akhirnya dia bisa bekerja dekat dengan anaknya, sebagaimana yang ia inginkan dan ia perjuangkan setahun ini.
We never know inside someone's heart memaaang. Entah dia memang merasa bahagia dengan kepindahan ini atau tidak, tapi karena ini adalah sesuatu yang dia usahakan dan akhirnya dia dapatkan, aku mengasumsikan bahwa dengan ini dia bahagia.
And I feel sooooo happy for him.
(And sad in the same time. huhuhu... mewek)
Kehilangan satu partner kerja yang baik, sangat.


Sedihnya sedih mau pisah tapi sedih terharu juga sih.
Ku tak terlalu dekat dengannya memang. Tapi aku tahu garis besar ceritanya (atau mungkin sok tahu). Dan aku mendoakan yang terbaik untuknya.

(Di grup kantor jadi silent reader. Malah curhatnya disini)
Hihi...

Selasa, 16 Juli 2019

Hujan Selamat Datang

Setapak ini tak ku kenal
Aku datang sebagai orang asing
Bertanya-tanya akan seperti apa perjalananku disana

Jika kau adalah gerimis
Maka kau adalah rintik air pertama
Yang jatuh di tengah teriknya hari itu
Di perjalananku melewati gersangnya padang ilalang

Ku berlari, tak sempat berteduh
Kubiarkan rambut basah sembari mengeluh

Namun ternyata engkau tak menderas
Hanya turun titik setitik
Membawa mendung sejuk

Ku mulai menikmatinya
Tak lagi berlari, ku mulai memelan
Berharap kau menemani
Hingga sampai ujung nanti

Namun sayang
Ternyata aku datang di akhir musim
Itu adalah hadirmu yang terakhir

Hanya menemaniku setengah jalan
Setelahnya kau menghilang

Kau tak pernah lagi datang
Hingga aku menyelesaikan perjalanan ini
Dan aku pergi

Jika kau adalah hujan
Musim depan kau pasti akan datang
Namun kau bukan
Sekali kau menghilang
Semua sirna tinggal kenangan

Di tempat ini aku merindu
Aku bersedih
Aku memanggilmu lirih

Ku mengingatmu sebagai rintik air pertama
Yang menetes satu satu
Dan membuatku mendongak menatap langit
Untuk kemudian menyadari
Kau datang... hujan...

Dengan wajah yang basah
Ku tak pernah lagi berlari
Karena hujan adalah saat terbaik untuk mengingatmu
Baunya mendatangkan kenangan tentangmu
Dan tetesnya menutupi air mata di wajahku








*Iseng berpuisi. Terinspirasi dari maraton drama korea beberapa hari ini*

Kamis, 04 Juli 2019

Hari Terakhir Bersama Ibu

6 Januari 2017 pagi

Aku masih mengingat suasana pagi di Hari Jumat, dimana aku sangat bersemangat menyambut hari terakhir kerja jelang weekend. Sudah mandi wangi dan siap berganti baju kerja. Tiba-tiba Bapak menelepon dan mengabarkan bahwa ibu masuk rumah sakit.

Aku masih mengingat betapa panik dan buru-burunya aku meraih baju sekenanya, memesan taksi online ke Bandara Soetta padahal belum beli tiket pesawat sambil mengepak barang seadanya.

Aku masih mengingat bagaimana aku memohon pada bapak driver yang sudah jalan hampir satu kilometer menuju soetta untuk ganti tujuan ke Bandara Halim karena ternyata pesawat paling pagi ada disana.

Aku masih mengingat penantian di bandara yang terasa begitu lama sambil mulut tak henti berdoa agar ibu baik-baik saja tapi pikiran yang juga terus dihantui ketakutan jika ibu kenapa kenapa.

Aku masih ingat buru-burunya aku mengeluarkan uang taksi tak peduli harganya entah kemahalan atau tidak. Yang penting aku bisa segera meluncur dari Bandara Solo ke rumah sakit ibu di Madiun.

Aku masih ingat diriku yang memanggul tas punggung hitam kebingungan mencari ruangan ibu sampai kemudian bertemu tetangga-tetangga yang datang hendak menjenguk, kemudian kami bersama-sama menemukan ruangan ibu.

Aku masih ingat penampakan ibu yang sudah tak sadarkan diri dengan berbagai alat pemantau kondisi tubuh saat pertama kali aku melihatnya di ruang perawatan.

Aku masih ingat bagaimana aku menyeka badan ibu dan memakaikan pakaian rumah sakit.

Aku masih ingat bagaimana dokter menjelaskan kondisi ibu, bagaimana sepupuku yang perawat menanyakan 'masihkah ada harapan?' dan kemudian mendapat jawaban: 'sulit'

Aku masih ingat bagaimana aku sendirian duduk di samping ibu seorang diri (pasien hanya boleh didampingi satu orang) sambil mengucapkan segala macam doa dan harapan.

Aku masih ingat bagaimana aku hampir tiap menit mengamati gerak naik turun dada ibu, memastikan bahwa masih ada nafas disana.

Aku masih ingat bagaimana tiba-tiba monitor di samping ibu berbunyi dan dengan paniknya aku memanggil dokter dan bertanya terbata 'ibu kenapa?'

Aku masih ingat bagaimana dokter melakukan tindakan penyelamatan, dan aku berteriak memanggil tante di luar ruangan.

6 Januari 2017 Ba'da Ashar

Aku masih ingat...

Aku masih ingat sampai akhirnya ibu dinyatakan meninggal di depan mataku, badan ibu ditutup kain, aku menangis sambil memeluk adikku yang baru kelas 3 SD, mengabarkan ke calon suami (yang 10 bulan lagi harusnya bisa ibu saksikan menikah denganku) kalau ibu meninggal.

Aku masih ingat bagaimana sesampai di rumah aku disambut dengan wajah-wajah sedih, tak percaya, dan turut berduka dari para tetangga yang sudah mulai menyiapkan pemakaman ibu.

Aku masih ingat bagaimana saat adikku yang berkuliah di luar kota datang dan memelukku dalam tangis.

Aku masih ingat bagaimana orang-orang melarangku meneteskan air mata saat melihat ibu dimandikan, padahal kala itu rasanya sudah bukan ingin menetes lagi tapi mengalir.

Aku masih ingat langkah terakhirku mengantarkan ibu ke pemakanan.

Aku masih ingat...

Aku masih ingat hari-hari setelahnya dimana aku jatuh sakit, hari-hari berikutnya dimana pikiran ini penuh dengan pertanyaan 'nanti gimana?' dan hari-hari yang harus kami lewati susah payah karena begitu besar perubahan yang terjadi di rumah sepeninggal ibu.

Aku masih ingat...

Aku masih ingat semuanya.
Namun aku tak ingin mengingatnya.
Tiap kali ingatan itu muncul sekelebat, akan kugelengkan kepalaku dan menyibukkan diri dengan hal lain.

Bukan aku tak ingat.
Aku hanya tak ingin mengingat.
Karena gambarannya masih terasa sangat jelas.
Sejelas sakit hati yang masih terasa sampai hari ini.
Sejelas air mata yang masih meleleh saat aku menuliskan hal ini.

Kamis, 06 Juli 2017

Hwarang: The Poet Warrior Youth

*Mengawali postingan pertama setelah long time hiatus dengan review drakor*

Menentukan drama selanjutnya yang akan ditonton selalu melewati proses seleksi panjang. Browsing di internet untuk baca review drama-drama terbaru, ngubek-ngubek forum diskusi untuk tau rekomendasi drama dari penggila drakor, dan menyelami langsung trailer atau potongan-potongan dari drama yang direkomendasikan (termasuk baca ratusan komen di Youtube) adalah proses wajib sebelum menentukan pilihan.

Dari sekian banyak drama kolosal, drama Hwarang ini sebenarnya berada di urutan sekian belas dari drama kolosal yang pengen kutonton. Jauh di bawah Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo dan
Love in the Moonlight yang kata orang patut masuk list teratas drama kolosal layak tonton.

Tapi namanya jodoh ya buu, ngga akan kemana 😆😆😆😆

Melihat kuota internet khusus buat nonton video masih puluhan GB, maka untuk pertama kalinyalah aye mengenal apa itu yang namanya Viu. Iseng-iseng nyoba aja. Dan pilihan iseng nyoba itu jatuh pada Hwarang yang saat itu muncul di halaman depan. Niat hati cuma pengen intip satu episode aja (ecek-eceknya anak gaul gitu udah pernah maen Viu).

Aye terjun dengan ekspektasi 0 (nol). Tapi di episode pertama ternyata langsung jatuh hati. 💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓
Luluh lantak setelah kenal sama Si Raja Tanpa Wajah yang diperankan sama Park Hyung Sik. Park Hyung Sik itu siapa juga aku ngga kenal sama sekali tadinya, padahal udah pernah liat dia di The Heirs. Tapi kehadirannya saat itu tak menarik sama sekali 😂😂





*Drama ini tentang apa, bisa baca sendiri yes di Wikipedia*

Second Lead Syndrome hit me super duper hard 😭😭😭😭😭
Episode awal masih kerasa bahagia karena tanda-tanda patah hati belum muncul terlalu jelas (walaupun emang sebenernya udah terprediksi sih ya). Tapi makin ke belakang makin perih rasanya.
Mewek sampai air mata bukan lagi netes tapi (literally) ngalir 😭😭😭😭😭

Dan akhirnya, pasca menamatkan drama itu (dengan susah payah), pesona Sam Maek Jong/Ji Dwi/ King Jinheung masih membekas teramat sangat.
Ngga bosen liat potongan video2 dia di drama itu, memandangi muka gantengnya dan dengerin suaranya yang djuara 💘💘💘

Dia ada peran di drama lain yang tanggapan pemirsanya ngga kalah bagus. Drama terbarunya Strong Woman Do Bong Soon katanya unyu2 baper gitu. Tapi mau nonton kok ragu ya.
1. Belum pengen move on dari penampilan Sam Maek Jong dengan rambut panjang dan baju jadulnya.
2. Belum pengen move on dari sikap dan sifat Sam Maek Jong yang cool, unyu, rapuh-rapuh minta dipeluk 😚😚😚😚, tapi keren dan bijaksana itu.


Wallpaper hp aye sekarang 😝😝😝😝

Senin, 28 Desember 2015

Kesempurnaan Cinta

Kau dan aku tercipta oleh waktuHanya untuk saling mencintaiMungkin kita ditakdirkan bersamaRajut kasih jalin cinta
Berada dipelukanmuMengajarkanku apa artinya kenyamananKesempurnaan cinta
Berdua bersamamuMengajarkanku apa artinya kenyamananKesempurnaan cinta
Tak pernah terbayangkan olehkuBila kau tinggalkan akuHancurlah hatiku musnah harapanku sayang
Berada dipelukanmumengajarkanku apa artinya kenyamananKesempurnaan cinta
Berdua bersamamumengajarkanku apa artinya kenyamananKesempurnaan cinta
-Kesempurnaan Cinta-By Rizky Febian*Anaknya Sule :D
Lagu yang belakangan ini sangat ku sukai. Tak bosan tiap hari diputar. Walaupun komen awalku saat mendengarkannya adalah "sesat amat nih, masa kau dan aku tercipta oleh waktu? tercipta oleh Allah SWT" :D
Listening to this song makes me blushing unreasonably (#'.'#)

Rindu

Image Source


Aku merindu.
Nafas angin musim dingin yang kerap kali dilengkapi ketuk hujan terasa makin mematrikan kata rindu.
Kilat petir yang menyilaukan membuat rinduku makin benderang.
Hilir mudik kenangan dan kelebat khayalan masa depan jelas memampangkan wajah yang kurindukan.
Menghitung waktu untuk bertemu, memetik rindu.

Terkadang aku jatuh terlalu dalam pada rindu.
Meringkuk sedih meratapinya.
Seolah tlah bertahun sudah kami tak bertemu.
Tak sadar telah berlebihan, aku membiarkan air mata bersisihan dengan rintik hujan.

Rindu...
Bersyukurnya diriku, yang hanya merindu untuk sementara.
Tak terbayang rasa orang-orang itu.
Dia yang merindukan sesuatu yang tak kan mungkin bisa dilihat lagi.
Merindu seseorang untuk waktu yang tak tentu.
Mungkin segera lenyap, mungkin selamanya.